DOGMATIK HUKUM
Dogmatik Hukum memiliki konotasi pejoratif dengan Ajaran hukum (rechtsleer) atau Kemahiran hukum (rechtskunde) yang merupakan cabang dari ilmu hukum yang berkenaan dengan obyek-obyek (pokok-pokok pengaturan) dari hukum, bahkan lebih luas yg berkenaan dengan tata hukum (rechtsbestel) secara keseluruhan. Dogmatik hukum mengumpulkan dan menelaah pokok-pokok pengaturan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan tunggal tentang pokok telaah yang diteliti.
Kegunaan dari dogmatik hukum adalah upaya menemukan dan mengumpulkan bahan empirikal sampai ke sudut-sudut terjauh dari hukum, yaitu dengan cara penataan dan pengolahan secara sistematikal, dengan menampilkan gambaran secara menyeluruh terikhtisar dan kejernihan dari apa yang tampaknya merupakan suatu kesemerawutan dari pengumpulan bahan yang belum lengkap atau tercerai berai. Maka Dogmatik hukum mempresentasikan secara global dan terpadu (sintetikal) tingkat keadaan hukum, sehingga para juris akan merujuk kepadanya, begitu pembacaan biasa atas undang-undang tidak lagi cukup untuk penyelesaian masalah-masalah yang di hadapi.
Objek kajian dogmatik hukum adalah menggali sumber-sumber hukum formal dalam arti luas yakni perundang-undangan, putusan pengadilan, traktat-traktat, asas-asas hukum, kebiasaan, dan memandang hukum secara terisolasi seolah-olah tercabut dari sumber kehidupannya yang sesungguhnya. Dogmatik hukum pada dasarnya melihat hukum sebagai sebuah kemandirian murni dengan suatu daya hidup (levenskracht) sendiri terlepas dari peristiwa-peristiwa kemasyarakatan. Instrumen kerjanya adalah sistematisasi berdasarkan kaidah – kaidah logikal.
Jadi Dogmatik Hukum (rechtsdogmatiek) atau ajaran hukum (rechtsleer) yaitu dalam arti sempit, bertujuan untuk memaparkan, mensistematisasi juga menjelaskan (verklaren) hukum positif yang berlaku (vigerende positiefrecht). Walaupun demikian, Dogmatik Hukum bukanlah ilmu netral yang bebas nilai. Tidak karena hukum itu saling terkait antara nilai-nilai dan kaidah–kaidah. Bukankah dalam asasnya sangat mungkin memaparkan nilai–nilai dan kaidah–kaidah sebagai ketentuan–ketentuan faktual secara sepenuhnya netral dan objektif, melainkan secara sadar mengambil sikap berkenan dengan butir-butir yang di diperdebatkan. Sehingga orang tidak hanya mengatakan bagaimana hukum dapat di interpretasikan melainkan juga bagaimana hukum harus diinterpretasikan.
Dogmatik Hukum memaparkan dan mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu waktu tertentu dari suatu sudut pandang normatif. Sudut pandang normatif ini dapat berupa yuridik internal maupun ekstra yuridik. Bahwa sebuah pasal undang–undang tertentu harus dipandang sudah dihapuskan secara diam–diam karena ia bertentangan dengan ketentuan dalam sebuah undang–undang yang lebih baru, berdasarkan asas hukum yang umum bahwa undang–undang yang baru harus selalu didahulukan ketimbang undang–undang yang lama (lex posterior derogat legi priori).
Jadi Dogmatik Hukum mempelajari aturan–aturan hukum itu sendiri dari suatu sudut pandang atau pendekatan teknikal. Dogmatik Hukum bertujuan untuk atau memberikan sebuah penyelesaian konkret, atau membangun suatu kerangka yuridik-teknikal, bagi semua masalah konkret, atau membangun suatu kerangka yuridik-teknikal yang didasarkan pada sejumlah masalah yang ada atau yang ada kemudian harus dapat memperoleh penyelesaian yang yuridik.
FILSAFAT HUKUM
Filsafat adalah penelitian yang menelaah pertanyaan sejauh mana orang dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tentang hukum dan bahan-bahan terberi dan gagasan-gagasan yang terkait, apa kriteria untuk keilmiahan dari pengetahuan tersebut. Penggolongan ke dalam bagian-bagian dari berbagai jenis pengetahuan tentang hukum.
Filsafat Hukum adalah filsafat umum yang di terapkan pada hukum atau gejala– gejala hukum. Dalam filsafat pertanyaan–pertanyaan yang sering dibahas dalam hubungan dengan makna, landasan, struktur dan sejenisnya dari kenyataan. Dalam filsafat hukum pertanyaan–pertanyaan ini difokuskan secara yuridikal.
Dalam kepustakaan, Filsafat Hukum didefenisikan;
a. Sebagai sebuah disiplin spekulatif, yang berkenan dengan penalaran–penalaran tidak selalu dapat diuji secara rasional, dan yang menyibukan diri dari latar belakang dengan pemikiran (I. Tammelo).
b. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hukum yang “benar” hukum yang adil (J. Schmidt H. Kelsen).
c. Sebagai sebuah refleksi atas dasar–dasar dari kenyataan (yuridikal), suatu bentuk dari berpikir sistematikal yang hanya akan merasa puas dengan hasil–hasil yang timbul dari dalam pemikiran (kegiatan berpikir) itu sendiri dan yang mencari suatu hubungan teoritikal terefleksi yang didalamnya gejala-gejala hukum dapat dimengerti dan dipikirkan (D. Meuwissen)
d. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hakekat (sifat) dari keadilan. Pengetahuan tentang bentuk keberadaan transeden dan immanen dari hukum. Pengetahuan tentang nilai–nilai yang didalamnya hukum berperan dan dengan hubungan antara hukum dan keadilan. Pengetahuan tentang moral dan dari ilmu hukum. Dan pengetahuan antara hukum dan moral (J. Darbellay).
Filsafat Hukum dapat dibagi ke dalam sejumlah wilayah bagian:
a. Ontology hukum ( ajaran hal ada, zijnsleer): penelitian tentang “hakikat“ dari hukum. Tentang “hakikat” misalnya dari demokrasi, tentang hubungan antara hukum dengan moral.
b. Aksiologi Hukum (ajaran nilai, waardenleer) : penentuan isi dan nilai–nilai seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, penyalahgunaan hak.
c. Ideologi Hukum (harafiah: ajaran idea, ideenleer): pengolahan wawasan menyeluruh atas manusia dan masyarakat yang dapat berfungsi sebagai landasan legitimasi bagi pranata – pranata hukum yang ada atau yang akan datang. Misalnya tatanan – tatanan hukum kodrat.
d. Epistemology hukum (ajaran pengetahuan, kennisleer: penelitian tentang pertanyaan sejauh mana pengetahuan tentang “hakikat” dari hukum atau masalah– masalah fundamental lainnya.
e. Teleologi Hukum (ajaran finalitas, finaliteitsleer) : menentukan makna dan tujuan dari hukum.
f. Ajaran ilmu (wetenschapsleer) : meta-teori dari ilmu hukum yang di dalamnya menjawab pertanyaan – pertanyaan sejauh mana pengetahuan ilmiah dari hukum.
g. Logika Hukum (rechtslogika) : penelitian tentang aturan-aturan berpikir hukum dan argumentasi yuridik, bangunan logikal serta struktur sistem hukum.
Filsafat hukum harus melakukan perenungan diri (zelfreflektie). Pada wilayah filsafat hukum tiap unsur ilmiah-positif secara a priori akan tertutup. Filsafat hukum secara esensial mewujudkan suatu pemikiran spekulatif maka filsafat hukum dapat bersifat rasional hanya atas dasar kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri dapat didiskusikan.
Filsafat Hukum berada pada tataran yang lebih tinggi dari pada teori hukum dan ia memiliki suatu cakrawala yang lebih luas, karena Filsafat Hukum harus memberikan jawaban-jawaban yang untuk sebuah tata hukum(rechtsbesial) atau tatanan hukum (rechtsorde) dapat memuaskan dan tuntas.
Filsafat Hukum harus memberikan atau menyediakan pengertian–penertian dan nilai – nilai fundamental yang akan digunakan pada karya ilmiah empirikal, dalam dogmatik hukum dan teori hukum.
TEORI HUKUM
Teori Hukum adalah mencari (memperoleh) penjelasan tentang hukum dari sudut faktor – faktor bukan hukum yang bekerja di dalam masyarakat dan untuk itu menggunakan suatu metode interdisipliner. Dengan demikian penetapan tujuan dan metode, teori hukum membedakan diri secara wajar dari pengembanan hukum praktikal.
Teori Hukum mempelajari hukum dengan tujuan suatu pemahaman yang lebih baik dan terutama lebih mendasar tentang hukum, demi hukum, bukan demi suatu pemahaman dalam hubungan – hubungan kemasyarakatan atau dalam kaidah-kaidah etikal yang dianut dalam masyarakat atau dalam reaksi-reaksi psikologikal dari suatu penduduk. Teori hukum adalah cabang dari ilmu hukum bukan ilmu bantu dari ilmu hukum.
Teori Hukum harus berupaya untuk memulihkan kesatuan antara aspek hukum dan kenyataan kemasyarakatan. Mempersatukan keterbagaian yang ditata oleh ilmu-ilmu dan keharusan-keharusan akademik kedalam suatu gambaran menyeluruh yang setia pada kebenaran. Untuk itu teori hukum akan harus mengandalkan ilmu-ilmu (sejarah, sosiologi, ekunomi dll), karena factor-faktor pembentuk hukum yang berdasarkannya teori hukum harus menjelaskan hukum.
Teori Hukum sebagai penelitian interdisipliner memancar ke sekian banyak disiplin sesuai atau mengikuti banyaknya metode-metode yang digunakan. Terhadap ini dapat dikatakan bahwa teori hukum memberikan pimpinan pada penelitian, karena itu selalu hadir agar objek penelitian sebagai gejala yuridikal dapat tetap pada sasaran titik bidik (vizier) “dengan mengingat” hukum dan demi hukum .
Teori Hukum adalah suatu cabang dari ilmu hukum yang merujuk pada sejumlah cabang-cabang ilmu yang otonom dan mengolah dan mensintetisasi semua bahan-bahan yang terberi yang dihasilkan dari penelitian ilmu-ilmu tersebut menjadi sasaran diagnosis dan terapi-terapi yang relevan.
Teori Hukum sebagai kelanjutan dari ajaran hukum umum memiliki objek disiplin mandiri suatu tempat diantara dogmatika hukum di satu sisi dan filsafat hukum di sisi lain. Di saat ajaran hukum masih dipandang sebagai pengganti atau penerus ilmiah-positif dari filsafat hukum metafisikal yang tidak ilmiah, dewasa ini teori hukum teori hukum diakui sebagai disiplin ketiga di samping dan untuk melengkapi, filsafat hukum dan dogmatic hukum, yang masing-masing memiliki (mempetahankan) wilayah sendiri dan nilai sendiri.
Teori Hukum bertujuan untuk menguraikan hukum secara ilmiah positif, namun wilayah penelitiannya sebagiannya luas dan sebagian tergeser (verschohen).teori hukum berbicara tentang hukum bertolak dari suatu perspektif bukan yuridik (teknikal) dalam suatu bahasa bukan yuridik (teknikal).
Teori Hukum melakukan studi kritikal terhadap penalaran dari ilmuan dan instrumentarium konsep-konsep yuridik, teknik-teknik interpretasi dan criteria untuk keberlakuan aturan – aturan hukum yang digunakannya
Jadi Teori Hukum dan Dogmatik Hukum tidak saling tumpang tindih, melainkan mempunyai masing-masing wilayah telaah yang mandiri.
Dogmatik Hukum bertujuan untuk memberikan suatu pemaparan dan sistematisasi hukum positif yang berlaku, sedangkan Teori Hukum bertujuan untuk memberikan refleksi atas pemaparan dan sistematisasi.
Jika Dogmatik Hukum mempelajari aturan-aturan hukum dari suatu pendekatan teknikal (walaupun tidak a-normatif), maka Teori Hukum pertama-tama adalah sebuah refleksi terhadap teknik hukum itu.
Dogmatik Hukum berbicara tentang hukum, sedangkan Teori Hukum berbicara tentang cara yang dengannya ilmuan hukum berbicara hukum.
Sedangkan hubungan Teori Hukum dan Filsafat Hukum dapat dirangkum sebagai sebuah hubungan meta-disiplin (filsafat hukum) terhadap disiplin objek (teori hukum). Filsafat Hukum secara esensial mewujudkan suatu pemikiran spekulatif, sedangkan Teori Hukum mengupayakan suatu pendekatan ilmiah-positif terhadap gejala hukum. Dengan demikian pikiran spekulatif ini maka Filsafat Hukum dapat bersifat rasional hanya atas dasar kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri didiskusikan. Sebaliknya Teori Hukum itu rasional atas dasar criteria umum, yang di terima oleh tiap orang.
Jadi Teori Hukum muncul karena “kelesuan” diantara Filsafat Hukum yang terlalu abstrak dan spekulatif, sementara Dogmatik Hukum dipandang terlalu konkret terkait dengan waktu.
Teori ilmu hukum bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin mengenai bahan hukum yang tersaji dalam kegiatan yuridis di dalam kenyataan masyarakat objek telaahnya adalah gejala umum dalam tatanan hukum positif yang meliputi analisis dalam hukum dan kritik ideologi terhadap hukum.
was⃝10⃝2010⃝